Senin, 06 April 2020

Manusia dan Kehilangan



Sekitar seminggu yang lalu, pagi-pagi sekali suasana rumah sudah mulai kacau. Pagi itu anak bungsu kesayangan kami meninggalkan dunia untuk selamanya. Dia Neyo kucing kecil yang baru saja berusia 1 tahun 1 bulan.  Mendengar kabar itu aku buru-buru beranjak dari kasur dan bergegas melihat keadaannya. Sungguh teriris hati ini rasanya melihat dia terkapar di kandang ungu miliknya dengan lalat sesekali hinggap di tubuhnya, bisa dibayangkan bagaimana sakitnya ? Orang bilang mungkin tak seberapa, tapi bagi kami si kucing kecil itu memang berharga, ia merupakan pewarna dan pemberi kehangatan di rumah kami. Neyo, maafkan majikan mu ini ya kalo kurang becus rawat kamu.

Hari berganti-hari, rasanya sepi sekali. Kini  tak ada lagi yang bisa diajak main kesana-kemari, tak ada lagi yang mencakar tangan karena kesal dijahili, tak ada lagi yang naik ke kasur dan bermanja-manja ria, tak ada lagi suara ketukan jari di papan yang disambut oleh tatapan dengan pupil memenuhi seluruh bola mata. Ya kami semua para manusia yang sedang merasa kehilangan.
Berbicara kehilangan, tak pernah ada satupun manusia di semesta ini yang siap akan kehilangan. Apapun itu, kehilangan barang, kehilangan uang, kehilangan kepercayaan, kehilangan pekerjaan, dan yang paling krusial adalah kehilangan manusia.

Kehilangan menjadikan manusia lara ? Tentu saja mereka dihimpit oleh elegi yang seolah-olah tak kunjung usai. Bukan main, banyak orang yang gila karena kehilangan. Manusia juga terkadang enggan mebuka mata, bahwa kehilangan merupakan hal yang senantiasa melekat dalam kehidupan. Tapi ya sekali lagi, meskipun mereka tahu itu, tak seorangpun akan siap dengan sebuah kehilangan jiwanya terdayuh mengiringi kehilangan yang tak pernah dibayangkan.

Manusia kadang egois, dengan mudahnya melabeli sesuatu menjadi hak milik, diagungkan, dipuji, dilindungi, dicintai seakan semuanya akan kekal. Nyatanya realita tak pernah bisa membuktikan hal itu. Bagaimana bisa mereka merasa memiliki sesuatu padahal dirinya sendiripun bukan miliknya. Begitulah manusia selalu merasa memiliki hingga lupa bahwa tak ada satupun di dunia ini yang tidak hilang.